Senin, 18 Mei 2015

Desa Gerabah Pagerjurang



Jumat, 1 Mei 2015, klub fotografi angkatan ke-2 SMP Putra Bangsa mengadakan kunjungan ke Desa Gerabah Pagerjurang. Kami berangkat dari Klaten pukul 07.30. Desa ini terletak di Desa Melikan, Kecamatan Bayat, Kabupaten Klaten. Sebagian besar penduduk di desa in berprofesi sebagai pengrajin tanah liat. Kami didampingi oleh Pak Tri. Di sana, kami mengetahui alat dan bahan apa saja yang digunakan untuk membuat kerajinan gerabah. Alat dan bahan yang digunakan di desa ini lebih berkualitas daripada di tempat-tempat lain. Jadi, hasilnya pun akan lebih berkualitas. Ternyata, ada juga tanah liat yang bisa dimakan, yaitu ampo. Kami juga melihat banyak hasil kerajinan gerabah yang indah. Hasil-hasil tersebut antara lain, piring, guci, wajan, pot, dan lain-lain. Teknik pembuatannya pun juga bervariasi. Ada teknik putaran tegak, teknik putaran miring, dan cetak. Untuk mempelajari teknik putaran tegak, dibutuhkan waktu minimal 3 bulan. Sedangkan waktu untuk mempelajari teknik putaran miring jauh lebih lama. Ibu Nani, salah satu pengrajin gerabah di desa ini mengatakan bahwa Ibu Nani baru bias lancar menggunakan teknik putaran miring setelah 4 tahun, sejak kelas 4 SD sampai 2 SMP. Teknik putaran miring menggunakan roda putar yang dipasang miring dilengkapi pedal dan pegas yang digerakkan dengan kaki. Teknik putaran miring ini juga mempunyai sejarah. Sejarahnya, pada zaman dahulu, kebanyakan pembuat gerabah di Melikan dan sekitarnya adalah ibu-ibu. Pakaian ibu-ibu pada zaman dahulu berupa kebaya dan jarik. Ibu-ibu ini malu jika harus memutar perabotan sambil duduk membuka kaki seperti para lelaki. Oleh karena itu, dibuatlah perabotan khusus untuk mereka. Ini juga tak lepas dari faktor Sunan Pandanaran atau Sunan Bayat.
Kami juga mengamati proses pembuatan pot kecil menggunakan teknik putaran tegak. Pertama, ambil tanah liat lalu tempelkan di atas batu pemutar. Tujuannya, supaya papan yang nanti digunakan untuk alas gerabah bisa menempel. Lalu, taruh papan di atas batu pemutar. Pastikan papan itu benar-benar menempel. Setelah itu, ambil tanah liat lalu gemburkan dengan cara menepuk tanah liat itu menggunakan tangan. Jika sudah gembur, tanah liat ditaruh diatas papan dan dibentuk seperti lingkaran. Haluskan pinggir-pinggirnya dengan memutar batu sambil memegang pinggiran tanah liat. Lalu, ambil segenggam tanah liat lagi untuk dibuat tepi pot. Bentuklah tanah liat menjadi oval panjang, setelah itu tempelkan pada pinggiran lingkaran yang kita buat tadi. Haluskan pinggirnya. Lakukan hal tersebut berulang-ulang sampai mencapai tinggi pot yang kita ingin kan. Setelah bentuk pot sudah mencapai sampai tinggi yang kita inginkan, barulah kita membentuk badan pot. Tekan bagian atas pot dan putar batu pemutar sampai membentuk bibir pot. Kita bisa membentuk tanah liat menjadi bentuk apa saja dengan memutar batu pemutar sambil menekan bagian pot.  Setelah bentuk pot sudah jadi, haluskan lagi menggunakan air, caranya basahi kain dengan air, lalu tempelkan pada badan pot dan putar batu pemutar. Hasilnya akan lebih mengilap. Kita juga bisa  menghias pot kita. Bisa dengan cara menempelkan bentuk-bentuk tanah liat kebadan pot. Bentuknya bias bervariasi. Ada bentuk buah, hewan, bunga, dan lain-lain. Bisa juga dihias menggunakan ukiran. Kita bisa menggunakan potongan plastik yang berujung tajam. Setelah jadi, jemur gerabah di tempat kering tetapi jangan sampai terkena sinar mata hari langsung karena gerabahnya bisa pecah.Jika hari sedang hujan, kita harus sabar menunggu sampai gerabahnya benar-benarkering.
Kami  juga mewawancarai salah satu pengrajin bernama Ibu Nani. Ibu Nani menjadi pengrajin gerabah karena faktor keturunan. Nenek dan ibunya sudah bekerja di desa ini sejak dulu. Pengeluaran yang digunakan untuk membeli tanah liat sekitar satu juta lima ratus ribu rupiah. Tanah liat yang dibeli itu digunakan selama 3 bulan. Ibu Nani belajar membuat gerabah sejak kelas 4 SD. Ibu Nani belajar sendiri dari orangtuanya.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar