Selasa, 26 April 2016




Pak Tumin Penjual Nasi Goreng
            Pak Tumin atau yang kerap aku panggil Mbah Tumin ini adalah penjual nasigoreng di daerah Jalan Pemuda. Biasanya Mbah Tumin berjualan dibantu oleh sang istri yang memegang kendali di kasir. Selain istrinya Mbah tumin juga dibantu oleh 2 pegawainya. Mbah Tumin mulai berjualan sejak 37 tahun yang lalu atau lebih tepatnya pada 1979. Masakan Mbah Tumin per porsinya dijual seharga 15 ribu rupiah. Pria lanjut usia ini tidak pernah merasa lelah menjuali pelanggan yang selalu ramai di warungnya. Anak dari Mbah Tumin juga membuka cabang warung ayahnya di daerah Bramen.
            Dari wawancara ini saya bisa menarik kesimpulan bahwa walaupun sudah berlanjut usia kita tidak boleh pantang menyerah.


          -Evan-

Toko Kelontong Mbak Lestari

        Namanya Ayu Lestari, ia bekeja sebagai pedagang toko kelontong. Ia mulai membuka toko tersebut sejak tahun  2015,tempat bejualannya berada di belakang rumah saya. Mbak  Lestari berjualan kebutuhan rumahtangga dan makanan ringan.Ia membuka warungnya berada di depan rumahnya sendiri. Ia membuka warung ini karena dorongan dari orang tua untuk membantu ekonomi keluarga. Ia berjualan ditemani oleh ibunya dan adiknya. Warung mbak Lestari selalu ramai oleh pembeli karena warungnya komplit dan murah. Ia senang berjualan karena bisa mencari penghasilan sendiri tanpa merepotkan orang tua.

Dari hasil wawancara ini,saya dapat belajar bahwa berusaha dan mandiri dapat menuai hasil yang lebih baik.

Senin, 25 April 2016

Pak Min, Sang Penjual Mie Ayam
        Pada Hari Sabtu yang lalu, saya mewawancarai seorang penjual Mie Ayam bernama Min. Saya kerap memanggilnya Pak Min. Saya bertanya-tanya apa resep dibalik kesuksesan sang penjual Mie Ayam. Justru itu mengapa saya bersemangat untuk mewawancarai beliau.
          Beliau adalah orang asli Klaten. Beliau sangat tekun dalam pekerjaannya, karena menurutnya tekun adalah kunci kesuksesan. Mie ayam yang ia jajakan berharga 5 ribu rupiah setiap mangkok. Ia mulai terjun dalam bidang kuliner sejak tahun 1993, pertama ia hanya berjualan di depan rumahnya saja, lama kelamaan banyak orang yang sangat tertarik dengan kelezatan mie ayam nya tersebut, sehingga ia memutuskan untuk berjualan di antara toko pancingan dan sebelah sekolah SD.
      Kesuksesannya semakin bertambah, karena beliau adalah orang yang gigih dan rajin ia memulai menarik terpal dan berjualan sejak jam 11 pagi sampai jam 8 malam. Ia berkata bahwa setiap hari ia bisa mencuci sekitar 100 mangkok pada malam Minggu dan 70 mangkok pada hari biasanya. Walaupun usahanya sukses, ia tetap ingat kepada istri dan kedua anaknya, ia selalu mengasihi mereka dengan sepenuh hati, walaupun ia tidak punya karyawan, “No Problem”, kata bapak penjual mie ayam tersebut.

         Melalui Pak Min, saya belajar untuk bekerja keras, selalu tekun, mengasihi sesama  dan rajin dalam merintis pekerjaan. Biarlah kisah hidup Pak Min ini dapat menginspirasi semua orang.


Suami istri penjual pisang molen

Namanya Bapak Slamet dan istrinya yang bernama Bu Putri. Setiap hari pekerjaannya mangkal di depan rumah saya yang kebetulan sebelah Pasar Keden. Beliau- beliau ini sebenarnya berasal dari Madura yang lalu bertransmigrasi ke Pulau Borneo atau Kalimantan untuk mencari nafkah yang lalu pindah lagi ke Jawa Tengah demi untuk mencari sebutir padi. Pantas saat saya bertanya menggunakan bahasa Jawa beliau-beliau tidak bisa menjawab dan logat Madura masih ada pada mereka.


Pak dan Bu Slamet setiap hari buka pukul 6 pagi lalu tutup jam 1 siang. Walau baru 3 bulan berjualan, tapi jangan remehkan…warung molen mereka sangat ramai. Harganya cukup terjangkau, 1000 dapat 8 biji molen. Varian rasanya juga berbeda, karena molennya dicampur dengan coklat.
Dari wawancara ini saya jadi mendapatkan pelajaran hidup yaitu bahwa kita jangan mengeluh dan patang menyerah karena menjalani kehidupan itu tidak semudah yang kita bayangkan.


 Bu Rina, penjual kelontong


   Nama panjangnya adalah Rina Dwi Prasetya. Ia mempunyai 1 anak dan 1 suami. Sebelum berjualan kelontong bu Rina bekerja sebagai karyawan apotik, lalu Ia berinisiatif untuk berjualan kelontong, ia pun mewujudkan yang diharapkan Nya, awalnya toko itu sepi lalu Bu Rina berusaha dengan menambah benda maupun makanan di dalam  toko . bu Rina berjualan makanan ringan, sembako, minuman, dan keperluan rumah tangga. Alamat tempat jualan Bu Rina ada di Kanjengan,Klaten. Bu Rina berjualan dari jam 9 pagi hingga 8 malam tetapi jika pada saat Bu Rina membeli pasokan makanan dan benda lainnya, Bu Rina membuka tokonya lebih terlambat.  Penghasilan tiap harinya dari penjualan bu Rina sekitar 300 sampai 500 ribu dan pengeluaran tiap harinya sekitar 200 sampai 400 ribu.

  Dari hasil wawancara tersebut saya dapat menyimpulkan bahwa kita harus berani mengambil resiko untuk menggapai apa yang kita inginkan dan kita harus berusaha untuk lebih baik dalam melakukan sesuatu.





 




Toko Kelontong mbak Lestari

        Namanya Ayu Lestari,ia bekeja sebagai pedagang toko kelontong. Ia mulai membuka toko tersebut sejak tahun 2015,tempat bejualannya berada di belakang rumah saya. Mbak Lestari berjualan kebutuhan rumahtangga dan makanan ringan.Iamembuka warungnya berada didepan rumahnya sendiri. Ia  membuka warung ini karena dorongan dari orang tua untuk membantu ekonomi keluarga. Ia berjualan ditemani oleh ibunya dan adiknya. Warung mbak Lestari selalu ramai oleh pembeli karena warungnya komplit dan murah. Ia senang berjualan karena bisa mencari penghasilan sendiri tanpa merepotkan orang tua.
Dari hasil wawancara ini,saya dapat belajar bahwa berusaha dan mandiri dapat menuai hasil yang lebih baik. 


Budhe Sri, Penjual Pakan Burung 

 Toko pakan burung Koko adalah milik Budhe Sri Sutarmi, yang kerap disapa Budhe Sri. Ia lahir di Delanggu, 17 Februari 1961, sekarang berumur hampir 55 tahun. Budhe Sri merupakan lulusan SLTA dan beragama islam. Jumlah keluarganya ada 5 yaitu, Pakdhe Sudarmanto, Budhe Sri Sutarmi, anak pertama Mas Ading, anak kedua Mas Koko, dan yang terakhir Mas Bagas. Alamatnya di desa Geritan, Belang Wetan, Klaten Utara. 

Ia mulai membuka toko sejak anak keduanya yaitu, Mas Koko masih kecil. Selain buka toko pakan burung, Ia sekeluarga juga membuka rental PS, dan suami Nya menggarap sawah milik keluarga. Di toko Nya, Ia bukan hanya menjual pakan burung, Ia juga menjual rokok dan minuman untuk para pelanggan yang datang untuk bermain PS. Toko pakan burung dan rental PS, buka dari jam setengah 6 pagi sampai dengan jam 8 malam. Budhe Sri dan Mas Koko terjun langsung untuk mengurus toko pakan burung dan rental PS tersebut. Penghasilannya sekitar 300.000 ribu lebih per hari bila hari Sabtu dan Minggu, untuk hari biasa 200.000 lebih per hari. 

Sebelum toko tersebut berjualan pakan burung, keluarga Budhe Sri sudah berjualan, tetapi bukanlah pakan burung, melainkan beras, katul dan lain-lain. Dari hasil penjualan beras dan katul Budhe Sri mulai untuk berjualan pakan burung. Bila toko pakan burung tutup atau tidak jualan Budhe Sri, membantu suami Nya di sawah. Menurutnya pekerjaannya menyenangkan karena mendapatkan untung. 


Dari wawancara tersebut, Saya belajar untuk bekerja keras dan berani untuk memulai yang baru, agar dapat bisa memenuhi keinginan dan kebutuhan.




BU WIDI, PENJUAL TOKO KELONTONG

Tanggal 17 April 2016, aku mewawancarai seorang pemilik toko kelontong di Toko Widi yang terletak di desa Kuwangan, Borongan, Polanharjo, Klaten. Bu Widi memulai usahanya sekitar 4 tahun lalu, yang dimulai dari toko kecil yang menjual makanan ringan, permen, minuman, dan bensin. Targetnya adalah anak-anak dan orang yang melewati warungnya.

Dari warung kecilnya Bu Widi melihat peluang usahanya bisa dikembangkan karena ibu-ibu yang mengantar anaknya membeli makanan ringan sering menanyakan berbagai kebutuhan rumah tangga yang lain. Akhirnya Bu Widi menambah barang dagangannya dengan berbagai kebutuhan rumah tangga seperti plastik, kardus, tempat makanan, sabun mandi, dll.

Bukannya tanpa kendala, toko itu pernah terbakar karena saat menakar bensin pada malam hari, Bu Widi menggunakan lilin sebagai penerangan sehingga terjadi kebakaran. Bu Widi pun harus di rawat di rumah sakit karena luka bakar.

Sekarang toko itu seperti swalayan, buka dari pukul 6 malam sampai pukul 8 malam, dan telah memiliki 1 karyawan. Bu Widi terjun langsung mengelola tokonya di bantu karyawannya tersebut. Penghasilan bersih perbulannya berkisar antara 1,5 sampai 3 juta rupiah.

Dari wawancara tersebut saya tahu bahwa mencapai kesuksesan harus selalu berusaha dan tidak boleh pantang menyerah.



-Thania-